Menuju ke Antah Berantah

“You can tell a lot about a person by what’s on their playlist” Dan Begin Again 
Musik adalah pelarian. Dari hiruk pikuk menuju dunia khayalan. Untuk menikmatinya butuh terpaan. Sekali, dua kali hingga melodinya menjelma sebagai mantra yang secara tak sadar sering kita rapalkan. Repetisi membuatnya semakin nyata, perlahan membangun sebuah dunia yang tak kenal kesibukan. Aku sudah membangun dunia itu, jika ingin mampir, mari kupersilakan.

Aku tak akan terlalu muluk-muluk berbicara tentang musik. Karena akupun masih awam, membedakan genre musik saja masih sering tertukar. Jadi lebih baik kita berbicara tentang musik dengan kalimat sesederhana mungkin. Lagian aku juga tak suka kalimat yang rumit. Seperti pengantarku di atas, akan kuajak kalian ke dunia khayalan yang sudah kuciptakan entah sejak kapan. Ini hanya salah satu pelarian diantara banyak jenis pelarian dalam bentuk lainnya. Pelarian dalam bidang musik yang kukerucutkan khusus untuk musik Indonesia kali ini aku akan bercerita tentang proses jatuh cinta pada pendengaran pertama. Kalian yang benar-benar mengenalku pasti tahu siapa yang akan kuceritakan jika berbicara mengenai musik favorit.

Endah N Rhesa. Duo suami istri Endah Widyastuti (vokal, gitar) dan Rhesa Aditya (bass) yang bermusik di jalur indie ini mulai kukenal setelah merilis album Nowhere to Go (Repackaged) melalui label Demajors pada 2010. Tentu lagu perkenalanku dengan Endah N Rhesa adalah When You Love SomeoneMusik yang menurutku easy listening dengan lirik yang menusuk pada masanya. Masa-masa menjadi mahasiswi bahagia semester awal yang belum mengenal mata kuliah Teori Komunikasi dan sedang mendamba senior di kampus. Hahaha.. Lagu ini baru booming ketika dijadikan soundtrack dalam film Radio Galau FM karya alm. Iqbal Rais pada 2012.


Menyebut genre musiknya Balada yang mengandung arti musik bercerita, membuat setiap lagu karangan duo ini selalu mengandung sebuah cerita dan memancing khayalan. Menurut info yang pernah kudapat langsung dari cerita Endah, mereka mempunyai seorang tokoh imajinasi bernama Shane Harden (anagram dari nama Endah N Rhesa). Pada album pertama, Nowhere to Go, Shane yang tinggal di sebuah pulau bernama Silence Island sedang senang berpetualang dan menulis lagu tentang siapapun yang ia temui dalam kehidupan sehari-hari. Hingga pada album kedua, Look What We’ve Found, Shane melakukan penelitian dan pergi ke masa lalu. Di sana ia mendapatkan temuan tentang keadaan desanya di masa lalu hingga legenda topeng penjaga desa. Setelah itu ia kembali ke masa depan dan menyadari keadaan sudah tak sama lagi. Desanya telah berkembang dengan teknologi yang maju pesat. Shane akhirnya membuat robot raksasa untuk escape dari pulau itu jika suatu saat terjadi kegaduhan, seperti judul album ketiga, Escape.

Di Album Nowhere to Go ini ada beberapa lagu yang dengan alasan sangat personal menjadi favoritku. Diantaranya adalah Uncle Jim. Saat mendengarnya aku merasa seperti Georgia Abbot yang mendamba Daddy Long Legs, tokoh dalam buku cerita anak-anak bergambar karya Jean Webster yang sering kubaca saat SD. Uncle Jim dalam bayanganku mirip dengan Daddy Long Legs yang padanya tak pernah habis aku bisa berkeluh kesah dan tak akan takut berbuat salah. Bait pertama lagu ini sudah membuatku senyum-senyum sendiri membayangkan sosok Uncle Jim yang memakai topper dan sepatu pantofel dengan biola di tangan kirinya. Uncle Jim dalam bayanganku selalu tersenyum pada siapa saja yang berlalu lalang dan mengucapkan kata-kata magis pemberi semnagat. Meskipun ending lagu ini tak bernada bahagia, tapi mendengar Uncle Jim selalu berhasil menaikkan mood dan membuatku bersemangat, sampai sekarang.

Ilustrasi Daddy Long Legs

Menggemari Endah N Rhesa rasanya tak cukup jika belum melihat mereka secara live. Sebab duo ini selalu menyuguhkan aksi panggung yang sangat interaktif. Pertemuanku dengan Endah N Rhesa berlangsung dengan sangat private pada sebuah acara bertajuk An Evening With Endah N Rhesa. Konser dengan penonton terbatas, diadakan salah satu radio lokal di Surabaya yang membuatku nekat datang meski sendirian. Ya, waktu itu siapa yang kenal dengan Endah N Rhesa? Biasanya dikira Enda Ungu, atau lebih parah dikira Endang Soekamti. Berbekal rilisan fisik yang kupunya, berangkatlah aku ke kantor radio yang berlokasi di depan Balai Kota Surabaya. Dan benar saja. Endah adalah seorang pendongeng ulung. Sebelum membawakan tiap lagu, Ia menceritakan tema lagu dan mengajak pendengar mengunjungi negeri khayalan yang Ia ciptakan. Salah satunya kisah Shane Harden yang kuceritakan di atas. Semua teman yang kuajak nonton live Endah N Rhesa kemudian hari selalu berkomentar dengan nada suka. Akupun berani bertaruh, siapapun kalian akan jatih cinta setelah melihat live performance duo suami istri itu. Salah satu signature yang selalu disajikan setiap kali mereka manggung, dan diperkenalkan sebagai adegan dewasa dapat diintip di sini .

An Evening with Endah N Rhes, 31 Mei 2013 di Surabaya.

Selain lagu-lagu yang kusebut di atas, ada lagu Thousand Candles Lighted yang mengingatkanku dengan seseorang, dan Catch the Windblows dari album Nowhere to Go, yang menjadi lagu favoritku. Sementara pada album Look What We’ve Found terdapat lagu Monkey Song, Waiting, dan Wish You Were Here yang punya kekuatan magis mendatangkan rindu. Sedangkan Escape merupakan album yang kurang kusuka karena genre musik di album itu sungguh berbeda. Selain album-album tersebut, tahun 2015 lalu Endah N Rhesa akhirnya merilis album berbahasa Indonesia berjudul Seluas Harapan dengan memasukkan beberapa lagu yang sebelumnya dirilis secara single ke dalam album tersebut, seperti Cinta Dalam Kardus dan Liburan Indie yang tak mungkin membuatmu tak bergoyang ketika mendengarnya.

Selain Endah N Rhesa pendengaranku juga langsung tertambat ketika mendengarkan lagu Di Beranda oleh Banda Neira.  Lagu yang akan sangat emosional jika didengarkan oleh para perantau. Pertama mendengarnya waktu itu aku langsung terenyuh. Duo yang digawangi Ananda Badudu (vokal, gitar) dan Rara Sekar (vokal, xylophone) yang merupakan kakak dari Isyana Sarasvati ini menyuguhkan pop minimalis yang memberikan warna baru di telingaku. Petikan gitar yang manis berpadu harmonis dengan vokal keduanya menyanyikan lirik penuh filosofis. Mendengar lagu-lagu Banda Neira sungguh tak akan puas jika diputar hanya sekali. Lagu-lagu duo yang terbentuk pada tahun 2012 ini seperti merayakan sebuah perenungan batin yang sering kita temui sehari-hari, namun jarang disuarakan. Beberapa lagu ada yang merupakan musikalisasi puisi, seperti Rindu yang merupakan puisi karya Subagyo Sastrowardoyo dan Mawar, terinspirasi puisi karya aktivis ’98 Widji Thukul yang berjudul Sajak Suara. Khusus untuk Banda Neira tak ada lagu yang tak bagus, jadi sedikit kesulitan untuk memilih mana yang terbaik. Namun jika dikaitkan dengan kondisi aktual, aku sedang sering mendengarkan Ke Entah Berantah dari album Berjalan Lebih Jauh dan Sebagai Kawan dari album Yang Patah Tumbuh Yang Hilang Berganti. Coba dengarkan jika sedang ingin berwisata batin atau mungkin saat sedang jatuh cinta :)

Source: tumblr diBanda Neira

Ada satu lagi duo yang memberikanku tiket menuju dunia khayalan. Pertama kenal dari seorang kawan yang waktu itu adalah penyiar radio di Bandung, sekitar tahun 2013 lalu. Ia merekomendasikan sebuah lagu berjudul Pohon Toge oleh Sarah N’ Soul. Mendengar judulnya saja sudah cukup membuat dahi mengernyit. Dan setelah mendengarnya, waktu itu cuma bisa menganga. Penggunaan diksi yang tidak biasa dalam menulis lirik, cara bernyanyi yang enak didengarkan, petikan gitar yang membangun suasana, ditambah percakapan antara dua vokalis menjelang akhir lagu, membuat lagu ini layak diputar sepanjang hari. Ada juga lagu I Don't Wanna Know yang (menurut telingaku) menunjukkan kualitas vokal dan gitar duo ini numero uno. Duo Sarah Saputri (vokal, harmonica) dan Nissan Fortz (gitar, vokal) ini baru saja menggelar peluncuran rilisan format digital album baru berjudul Doodles of Sarah N’ Soul pada Oktober kemarin. Selain itu juga terdapat Deluxe Edition dan reguler (Compact Disc). Salah satu lagu yang sudah dibuatkan mv dalam album ini berjudul Jodohmu Di Kunci G (Siapa Tau). Bisa kalian dengarkan di sini




Dari panjang lebar yang sudah kujabarkan di atas, dan sepanjang menulis tulisan ini akupun baru sadar jika dunia khayalanku didominasi musik akustik yang tak terlalu menggunakan banyak instrumen dan dinyanyikan oleh duo laki-laki perempuan. Seperti yang sejak awal sudah kusampaikan, sederhana. Itulah yang kupilih saat mencari pelarian. Kalian tentu punya jenis musik pelarian masing-masing.  Sebab musik adalah media lain kita bisa mendengarkan keindahan rima selain pada rintik hujan dan suara azan. Jadi, musik dunia khayalanmu seperti apa?


Tulisan ini dibuat untuk mengikuti challenge #mendadakNgeBlog minggu ke-3 dengan tema "Menyelamatkan Musik Indonesia"

Komentar

  1. Lagumu ternyata sendu2 ya, Uls... Dengerin lagumu kyk tersasar ke dunia jiwa2 yg sendu, yg sedang melakukan pencarian. Asek... Hahaha...
    Tapi aku jadi penasaran sama Sarah 'n Soul. Meluncurrrr...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau dilanjutin masih banyak band indie yang belum kusebut itu, yang genrenya gitu-gitu semua. Kamu inget kan dulu waktu nonton The Sigit kepalaku langsung cenat-cenut dan minta duduk? Hahahaha

      Hapus
    2. Ah ula kan jagonya sendu ahahahaha

      Hapus
  2. Quotemu di postingan ini aja dari film sendu huahahaha. Ula, jagonya sendu 😳😳😳
    Anw, aku pertama denger EaR live di acara hut jatim di Sby 2012 (http://www.doubletrackers.com/2012/10/17/keliling-jawa-timur-dalam-sehari/)

    Padahal, aku nulis halaman musik d tahun yg sama. Dengerin EaR yg wktu itu lagi anget2nya? Agak susah krn beda selera hahaha. Tp akhirnya yaaa bolehlah.

    Banda neira sendiri baru denger awal 2014 (telat ya) gara2 Senja di Jakarta. Itu lagu aku banget hahahaha.

    Meski selera berbeda, kita tetap teman jua bukan? 😜

    BalasHapus
    Balasan
    1. th 2012 itu emang pas lagi booming2nya lagu itu karena dibikin soundtrack film mbaa.. Jadi orang2 pada ngeh deh, padahal aslinya udah lama.

      Senja di Jakarta itu juga favoritku banget pas udah setahun di Jakarta, pas udah kerasan sama hiruk pikuk Jakarta. Tapi sebelum mengenal Senja di Jakarta lebih dulu tahu Di Beranda pas awal-awal merantau ke Jakarta, itu macam morfin yang langsung bikin berimajinasi tentang rumah hahahha...

      Meskipun berbeda, tapi tetap di Jakarta aja :D

      Hapus
  3. Aku gagal fokus disini la "Masa-masa menjadi mahasiswi bahagia semester awal yang belum mengenal mata kuliah Teori Komunikasi dan sedang mendamba senior di kampus" mencoba menebak siapa yang kamu maksud hahahha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huahahahah... Dasaaar... Nggak usah pura-pura nggak tahu titut >,<

      Hapus
  4. When You Love Someone nya Endah & Rhesa emang juara poooooooollllll .....bapernya :))))))))

    BalasHapus

Posting Komentar